Refund adalah sistem yang penting dalam transaksi jual-beli sekarang ini. Sistem refund perlu dihadirkan pelaku usaha untuk membangun layanan pelanggan terbaik serta membangun kepercayaan pelanggan.
Saat pembeli menerima produk yang tidak sesuai dengan deskripsi, atau ketika pelanggan tidak jadi menggunakan jasa yang sudah mereka booking di tempat usaha Anda, mereka mengingikan uang yang mereka sudah bayarkan bisa kembali atau meminta refund.
Apa itu refund? Bagaimana proses agar refund bisa berjalan dengan lancar? Simak penjelasan berikut ini.
Refund adalah pengembalian dana yang telah dibayarkan atas pembatalan transaksi akibat hal-hal atau alasan tertentu. Penyebabnya bisa bermacam-macam, mulai dari kelalaian pihak penjual atau pebisnis hingga faktor eksternal lain yang menyebabkan penjual tidak dapat memenuhi kewajibannya.
Refund kerap kali disamakan dengan return dan reject. Padahal, masing-masing istilah memiliki makna berbeda dan tentunya layanan yang berbeda antara satu sama lain.
Refund adalah pengembalian dana yang disebabkan oleh pembatalan transaksi. Dalam tahap ini, transaksi dianggap batal karena dana dikembalikan ke pembeli dan umumnya disertai dengan pengembalian barang ke pengirim jika memungkinkan.
Sementara itu, return memiliki arti pengembalian. Dalam proses return, transaksi tidak dibatalkan karena return hanya mengembalikan produk untuk ditukarkan dengan produk yang sesuai.
Misalnya, pelanggan Anda memesan sepatu dengan ukuran 40. Namun, untuk alasan tertentu, mereka menerima sepatu berukuran 43. Sebagai pemilik bisnis, Anda pun menawarkan untuk melakukan tukar produk. Dana akan tetap diteruskan ke penjual setelah produk pengganti diterima.
Sedangkan reject kurang lebih mirip dengan refund. Reject umumnya terjadi ketika barang yang diterima pelanggan dalam keadaan tidak sempurna atau bahkan cacat produksi. Pelanggan akan melakukan reject dan penjual akan mengembalikan dana atau mengirimkan produk pengganti jika memungkinkan.
Dari sudut pandang pebisnis atau penyedia produk, layanan refund mungkin cukup berat karena pebisnis mau tidak mau harus mengalami risiko kerugian yang lebih besar. Selain kerugian produk, pebisnis juga harus mengembalikan dana yang telah dibayarkan oleh pelanggan.
Meski begitu, refund bukan hanya sekedar pengembalian dana. Refund adalah usaha bagi pebisnis untuk mengembalikan kepercayaan pelanggan kepada bisnis tersebut. Refund akan menjaga kredibilitas suatu usaha tetap terjaga. Namun, mengembalikan dana saja tidak cukup, Anda juga harus memastikan bahwa proses pengembalian dana tidak menyulitkan konsumen.
Di Indonesia sendiri kebijakan refund tercantum dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata) sebagai ganti rugi atas tidak dijalankannya suatu prestasi atau wanprestasi.
Kebijakan refund dapat dilakukan apabila pihak penjual atau penyedia jasa: (1) tidak melakukan sesuatu yang disanggupi untuk dilakukan, (2) melakukan perjanjian tidak sesuai dengan yang diperjanjikan, dan (3) melakukan perjanjian tapi terlambat.
Memang benar bahwa kebijakan refund umumnya diterapkan oleh pebisnis online. Namun, tidak semua bisnis onlinememberikan layanan tersebut kepada setiap pelanggannya. Bahkan tidak jarang penjual yang secara terang-terangan menolak refund sebab memang pada dasarnya tidak semua produk dapat dilakukan return maupun refund.
Pebisnis umumnya melakukan refund dengan mentransfer secara manual kepada rekening setiap pelanggan mereka. Hal ini tentu mudah, asalkan refund hanya terjadi pada satu atau dua pelanggan saja. Bagaimana jika refund harus dilakukan untuk sejumlah konsumen? Puluhan, ratusan, atau bahkan ribuan konsumen sekaligus? Hal ini tentu akan sangat merepotkan pebisnis.